Perancangan Furnitur untuk Sekolah Satu Atap pada Daerah Perdesaan dengan Aksesibilitas Rendah

Rayi Harjani
17516047
Studi lapangan dilakukan pada Sekolah Satu Atap Cimarel 2 di Desa Cibitung, Kecamatan Rongga, Kabupaten Bandung Barat; salah satu desa terluar yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Cianjur di sebelah Barat. Observasi dilakukan pada lingkungan sekolah, area desa secara luas, dan tempat produksi pengrajin setempat; meliputi pola belajar mengajar di dalam kelas, postur dan gestur peserta didik terhadap furnitur, sistem pengadaan sarana prasarana sekolah, sumber daya alam, dan sumber daya manusia. Melengkapi data observasi, wawancara juga dilakukan kepada stakeholders setempat: guru, peserta didik, orang tua, dan pengrajin lokal. Akses jalan berupa tanah dan bebatuan membuat kendaraan roda empat tidak dapat menjangkau sekolah; terlebih jika turun hujan, beberapa ruas jalan menjadi lumpur. Kondisi tersebut berdampak pada sulitnya pendistribusian furnitur, hingga sekolah mengalami kekurangan jumlah dan penumpukan kerusakan. Penambahan jumlah murid tidak diikuti dengan penambahan jumlah furnitur, sehingga terjadi penggunaan di luar kapasitas. Penyamarataan penggunaan furnitur, baik untuk jenjang SD maupun SMP, berakibat pada postur dan gestur buruk sebagai interaksi terhadap furnitur; apabila dibiarkan dalam jangka waktu panjang dapat memicu gangguan fisik. Proses perancangan dilakukan melalui sintesis dari hasil analisis terhadap kondisi Sekolah Satu Atap Cimarel 2 dan kondisi Desa Cibitung. Hasil sintesis tersebut diwujudkan dalam bentuk kebutuhan desain (design requirements) dengan mempertimbangkan aksesibilitas wilayah yang rendah sebagai batasan. Adapun, analisis yang dilakukan pada sekolah meliputi pola belajar mengajar dalam kelas, ergonomi dan antropometri peserta didik, serta postur dan gestur sebagai interaksi terhadap furnitur. Sedangkan, analisis yang dilakukan pada kondisi desa meliputi penggunaan sumber daya alam yang memadai, manajemen produksi penunjang distribusi, serta kapabilitas pengrajin lokal. Dari hasil sintesis, ditentukan perancangan menggunakan kayu jati kampung dengan proses produksi langsung di dalam daerah. Keputusan tersebut dipilih dengan dasar penyediaan sarana prasarana yang paling mudah, murah, dan cepat; serta kualitas material yang paling baik di antara sumber daya alam lain yang tersedia. Dalam prses produksi disertakan pola pembuatan dengan penggunaan luas kayu yang efektif dan dapat dikerjakan sesuai dengan kapabilitas pengrajin setempat. Furnitur mengadopsi fitur flat pack dan knock down untuk pengembangan distribusi ke depannya. Rancangan memiliki mekanisme untuk mengganti ketinggian kursi dan meja secara sederhana, sehingga peserta didik dapat langsung menggunakannya tanpa proses adaptasi yang lama. Rancangan kursi dapat diputar sebanyak 90 derajat untuk mendapat ketinggian yang berbeda, merespons ukuran tubuh peserta didik yang variatif. Tanggung jawab untuk pengaturan kursi dapat melibatkan tingkat kelas yang lebih tinggi dengan mengatur sistem penggunaan kelas yang digunakan oleh dua tingkat dalam satu hari. Sedangkan, papan meja dapat ditinggikan untuk mengakomodasi kebutuhan aktivitas menulis ataupun membaca di atas meja. Laci meja dirancang terbuka serta dapat dilihat dari seluruh sisi untuk menghindari adanya sampah yang seringkali tertinggal dan membusuk di dalamnya. Sudut-sudut dari rancangan ini dibuat tumpul untuk meminimalkan kecelakaan oleh peserta didik, baik disengaja maupun tidak. Rancangan kursi memiliki dua ukuran ketinggian untuk mewakili dua kelompok peserta didik: SD kelas 1-4 dan SD kelas 5-6; SMP kelas 7-9. Dua ketinggian tersebut dapat dipilih dan disesuaikan dengan ketinggian tubuh peserta didik dengan diputar sebanyak 90 derajat. Menimbang kekuatan tubuh yang dimiliki oleh peserta didik SD kelas 1-3, maka tanggung jawab penggantian ketinggian bagi tingkat tersebut dapat dilimpahkan pada tingkatan yang lebih tinggi dengan sistem penggunaan kelas. Konfigurasi penggunaan kelas menurut tingkat pendidikan dapat dibuat sebagai berikut: 1-2, 3-8, 4-7, 5-6, dan 9. Selain itu, papan meja dapat ditarik oleh peserta didik membentuk sudut miring dan ketinggian yang lebih menyesuaikan aktivitas di atas meja.